‘Land Banking’ Harus Diatur dalam Revisi UU Jalan

02-07-2020 / KOMISI V
Wakil Ketua Komisi V DPR RI Nurhayati Monoarfa. Foto : Runi/Man

 

Wakil Ketua Komisi V DPR RI Nurhayati Monoarfa menyatakan land banking harus jelas diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Ia mengungkapkan, jika tidak ada aturan yang jelas yang mengatur land banking, maka dapat berdampak pada terkendalanya upaya pemerintah untuk membangun jalan. Untuk itu, land banking itu menjadi salah satu aspek terpenting dari revisi UU Jalan.

 

Hal tersebut disampaikan Nurhayati dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi V DPR RI yang dipimpin Wakil Ketua Komisi V DPR RI Ridwan Bae dengan Kepala Pusat Perancang Undang-Undang (Kapus PUU) Setjen DPR RI Inosentius Samsul, di ruang rapat Komisi V DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (2/7/2020).

 

“Apabila tidak ada land banking, tentunya pemerintah nantinya mengalami kendala untuk membangun jalan. Apalagi, kita menginginkan konektivitas di daerah-daerah strategis nasional, daerah kawasan ekonomi dan pariwisata dan lain-lain. Tetapi, kalau tidak ada land banking itu juga menjadi suatu masalah tersendiri,” ujar Nurhayati.

 

Politisi Fraksi PPP ini mengusulkan peningkatan kapasitas jalan juga harus diatur di dalam revisi UU Jalan. Jika berkaca dari negara-negara lain, masing-masing negara tersebut memiliki tonase dari 10 sampai dengan 12 ton. Bahkan, lanjut Nurhayati, beberapa pakar juga memberikan pendapat bahwa tonase kapasitas jalan di Indonesia masih terlalu rendah.

 

“Tonase di Indonesia, baru maksimum 8 ton. Jadi, itu yang membuat jalan nasional kita cepat sekali rusak. Nah, jadi bagaimana kita ini bisa meningkatkan kapasitas jalan yang harus kita atur di dalam UU Jalan mendatang. Bahwa, tonase kapasitas jalan itu harus ditingkatkan. Saya rasa, kalau 10 sampai dengan 12 ton sudah sangat baik untuk kualitas atau kapasitas jalan nasional,” papar Nurhayati.

 

Legislator dapil Jawa Barat XI ini menegaskan, sumber dana preservasi jalan juga tak kalah pentingnya harus diatur secara jelas di dalam revisi UU Jalan. Terlebih, dana preservasi jalan itu sebetulnya sudah diatur sekian lama diatur sejak  tahun 2009. Namun, sampai sekarang belum ada pelaksanaan secara detail oleh para pemangku kebijakan terkait.

 

“Karena, tidak diatur sumber dana preservasi jalan itu dari mana?  Nah, itu yang harus kita atur di UU ini. Apalagi, karena ini kan juga turunan dari UU LLAJ pasal 29. Dan di sini juga kita harus melihat bahwa harus adanya insentif kepada pemerintah daerah melalui skema antara lain hibah jalan daerah. Jadi, tadi disebut seperti DAK, dana insentif, dana hibah, dana preservasi jalan, dana afirmasi harus diatur dalam revisi UU Jalan ini,” pungkasnya. (pun/es)

BERITA TERKAIT
Pidato Presiden Sarat Optimisme, Tinggal Menguji Kenyataan di Lapangan
21-08-2025 / KOMISI V
PARLEMENTARIA, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto menyampaikan sejumlah capaian pemerintah dalam Sidang Tahunan MPR RI serta Sidang Bersama DPR RI...
Jangan Usik Dana Desa sebagai Jaminan Koperasi Merah Putih
20-08-2025 / KOMISI V
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi V DPR RI Lasarus menegaskan agar pemerintah tidak menjadikan dana desa sebagai beban dalam pembiayaan...
​Lasarus Pertanyakan Roadmap Koperasi Merah Putih, Ingatkan Peran Desa sebagai Subjek
19-08-2025 / KOMISI V
PARLEMENTARIA, Jakarta- Ketua Komisi V DPR RI Lasarus menegaskan perlunya pemerintah menyusun peta jalan (roadmap) yang jelas dalam pelaksanaan program...
Biaya Transportasi Tinggi, Komisi V Dorong Desain Ulang Integrasi Moda Transportasi
06-08-2025 / KOMISI V
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Andi Iwan Darmawan Aras berpandangan tingginya biaya transportasi yang dialami masyarakat...